bebas baca sepuasnya, namanya juga bebas tugas 😁 😀

7 Fakta tentang Perilaku Seksual di Kalangan Remaja

7 Fakta tentang Perilaku Seksual di Kalangan Remaja

ilustrasi: www.terketik.com


Remaja merupakan salah satu tahapan dari siklus kehidupan yang pasti dilalui oleh setiap orang. Masa remaja menjadi masa pencarian jati diri yang memiliki dua sisi mata pedang.

Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala sesuatu, kesehatan yang optimal secara fisik dan gelora muda yang mampu menciptakan hal-hal berbau kreatif. Rasa ingin tahu yang tidak terarah membuat remaja menjadi sangat 'rapuh'ketika dihadapkan kepada hal-hal berbau negatif seperti konsumsi alkohol, merokok, NAPZA khususnya perilaku seksual berisiko. 

Terbukti dengan sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa dalam masa pencarian jati diri, seringkali remaja melakukan hal berisiko khususnya dalam perilaku seksualitas mereka. Perilaku remaja ini semakin menarik untuk dibahas di zaman globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat mempengaruhi paparan informasi dan gaya hidup yang ingin dianut remaja. Padahal perilaku berisiko seksual remaja berkaitan sangat erat dengan kesehatan reproduksi mereka.

Oleh karena itu diperlukan sebuah 'setir' yang mampu mengarahkan perilaku seksual remaja supaya jauh dari hal-hal yang bersifat negatif dan membahayakan kesehatan mereka. Arahan ini bersifat multilevel yaitu mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat bahkan pemerintahan. Namun demikian, Indonesia yang memegang erat budaya ketimuran masih menganggap tabu pembahasan tentang kesehatan reproduksi baik di dalam keluarga maupun  masyarakat secara umum. Selain itu, peristiwa penolakan MK terhadap usulan masuknya kurikulum kesehatan reproduksi pada sektor pendidikan membuat hambatan dalam pemberian informasi terkait kesehatan reproduksi pada remaja semakin bertambah. 

Hambatan-hambatan tersebut membuat remaja semakin kehilangan sumber informasi berkualitas terkait kesehatan reproduksi. Berikut merupakan fakta lain yang didapatkan dari hasil kajian Pusat Penelitian Kependudukan LIPI pada tahun 2017 dibalik perilaku seksual remaja yang berisiko. 

1. Dibandingkan Perempuan, Remaja Laki-Laki Lebih Banyak yang Memiliki Perilaku Berisiko Terkait Seksualitas.


Fakta ini sangat sesuai dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Namun budaya yang menganggap tabu perempuan untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah membuat perempuan cenderung tertutup terkait perilaku seksualitasnya. Sehingga fakta ini masih perlu dipertanyakan kebenarannya karena sangat berkaitan erat dengan budaya.

2. Remaja Butuh 'Teman' untuk Berkeluh Kesah tentang Kesehatan Reproduksi Secara Nyaman


Pemahaman tentang kesehatan reproduksi merupakan salah satu hal yang perlu diberikan pada remaja. Begitu pula dengan remaja. Mereka membutuhkan 'teman' untuk berbagi dalam artian mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dapat berkeluh kesah tentang kesulitan-kesulitan mereka dalam menghindari gaya hidup yang berdampak negatif. 

Kesehatan reproduksi sendiri merangkum aspek kesehatan serta moral. Oleh karena itu, informasi yang didapatkan melalui internet belum tentu valid dan tentu saja tidak cukup untuk memenuhi pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi. Berkeluh kesah dengan teman pun belum tentu mendapatkan solusi yang positif, bisa jadi malah terjebak dalam hal-hal yang negatif. Salah satu pihak yang seharusnya mampu memberi pemahaman ini, adalah keluarga. Namun fakta selanjutnya ini akan mengungkapkan hambatan yang masih terjadi dalam lingkungan keluarga.

3. Komunikasi Tentang Kesehatan Reproduksi dalam Keluarga Masih Berjalan 1 Arah


Anggapan bahwa pembahasan tentang reproduksi masih merupakan hal yang tabu membuat komunikasi yang terjadi dalam keluarga kurang berkualitas. Orang tua hanya memberi petuah dan nasihat yang cenderung melarang remaja untuk berperilaku A, B dan sebagainya. 

Pada tahap ini, remaja akan merasa bahwa dunianya tidak dapat dimengerti oleh orang tua sehingga mereka memilih untuk tidak terbuka dan tidak mendapat pemahaman yang mereka butuhkan tentang kesehatan reproduksi. Meskipun kapasitas pengetahuan yang dimiliki orang tua berbeda-beda, komunikasi yang bersifat 2 arah setidaknya akan membuat remaja lebih terbuka sehingga orang tua mengetahui apa yang menjadi kendala bagi remaja untuk tidak berperilaku berisiko. Kualitas komunikasi ini juga dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan pada remaja. Hal ini akan diuraikan lebih lanjut dalam fakta berikutnya.

4. Tingkat Pendidikan Ibu Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja


Penelitian menemukan bahwa remaja lebih nyaman berkomunikasi dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya. Hal ini berlaku baik bagi remaja perempuan maupun laki-laki. Tingkat pendidikan sendiri umumnya mempengaruhi pola asuh yang akan diterapkan ibu pada anak-anaknya. Ibu dengan pendidikan tinggi, terlepas dari apakah ibu merupakan wanita karir atau ibu rumah tangga, umumnya memiliki pemikiran yang terbuka dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Selain ibu, terdapat anggota keluarga lain yang juga berhubungan dengan perilaku berisiko remaja. Siapakah dia?  

5. Memiliki Kakak Laki-Laki Berhubungan dengan Perilaku Berisiko Remaja


Fakta ini secara statistik hanya berlaku bagi remaja laki-laki dan tidak pada perempuan. Hal ini dikarenakan remaja laki-laki cenderung menjadikan kakak laki-lakinya sebagai role model dalam pencarian jati dirinya. Khususnya jati diri sebagai laki-laki. Tak jarang perilaku berisiko seksual seperti menonton video bersifat pornografi sampai gaya pacaran yang tidak sehat mereka pelajari dari dang kakak. Namun tak dapat dipungkiri pula bahwa teman juga memiliki andil dalam perilaku berisiko remaja. Berikut uraiannya.

6. Lingkungan Pertemanan Memberi Pengaruh Paling Besar


Bukan merupakan fakta baru, bahwa dibandingkan keluarganya, sebagian besar remaja lebih mendengarkan dan mengikuti anjuran dari teman sebayanya. Tidak terkecuali dalam perilaku berisiko remaja. Remaja yang menghabiskan lebih banyak waktunya dengan teman sebaya dibandingkan keluarga inti cenderung untuk berperilaku berisiko secara seksual. Selain itu, memiliki teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual dan yang menyukai sesama jenis juga meningkatkan kecenderungan remaja untuk berperilaku seksual yang berisiko.

7. Proyeksi Angka IMS dan Angka Menikah Muda Masa Depan


Pada akhirnya, perilaku seksual remaja yang berisiko memberikan outputberupa angka infeksi menular seksual (IMS) dan kejadian MBA (married by accident) yang merujuk pada meningkatnya angka menikah muda. 

IMS terdiri dari berbagai macam penyakit seperti sifilis, gonorrhea, hingga HIV/AIDS. Dampak ini merupakan dampak jangka panjang yang tidak langsung terjadi saat remaja melakukan perilaku seksual berisiko tersebut. Selain itu MBA sendiri tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Hal ini akan berpengaruh pada derajat kesehatan dan kualitas hidup dari keluarga tersebut akibat ketidaksiapan remaja dalam membangun keluarga. Dampak besar dari perilaku seksual remaja yang berisiko ini seharusnya menjadi perhatian dari semua pihak, tidak hanya oleh pemerintah.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, siapkah Indonesia menyongsong bonus demografi pada tahun 2025-2030

Sumber : Klik Link
kompasiana.com
Penulis : Marya Yenita Sitohang

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment