bebas baca sepuasnya, namanya juga bebas tugas 😁 😀

Meski Terkesan Menakutkan, Haruskah Cadar Dilarang?

Meski Terkesan Menakutkan, Haruskah Cadar Dilarang?

sumber foto: nasional.tempo.co


Tulisan cantik ini terinspirasi dari tag #UinSunanKalijagaYogyakarta yang masuk trending topik di Twitter kemarin. Sebagai pengguna Twitter yang lumayan aktif tiap hari, Young Lady tak sekadar menambahi timeline dengan tweet-tweet cantik ala Young Lady. Tetapi juga memperhatikan tagar-tagar yang menempati list trending topik.

Nah, salah satunya adalah tagar di atas. Tagar yang membawa-bawa nama UIN Sunan Kalijaga, sebuah universitas Islam negeri di Yogyakarta. Well, why should UIN Suka? Kenapa tidak UIN SGD, UIN Syarif Hidayatullah, Unpad, UI, atau universitas-universitas lainnya saja yang dibawa-bawa dalam tagar itu? Penasaran ya? Sama, Young Lady juga penasaran.

Ternyata, UIN SUKA tengah hangat dibicarakan lantaran mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversial: larangan mahasiswi bercadar. Dilansir dari news.okezone.com, sebanyak 41 mahasiswi bercadar dipanggil untuk diberikan konseling. Bila selama proses konseling tidak ada perubahan dan mereka tetap bercadar, mereka dipersilakan pindah kampus. Wow, wow, wow. Kontroversial, kan?

Alasannya, UIN Suka adalah universitas Islam negeri berasaskan Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Cadar ditakutkan sebagai perwujudan bentuk ideologi atau aliran yang tidak sesuai. Ini pun ada kaitannya dengan menangkal tumbuh suburnya radikalisme di dunia kampus.

Sedangkan menurut berita yang dimuat republika.co.id, pelarangan memakai cadar di dalam kampus berkaitan dengan alasan pedagogis. Seperti dikatakan Wakil Rektor UIN Suka Sahiron Syamsuddin, jika mahasiswi tetap bercadar di dalam kelas, dosen tidak akan bisa membimbingnya sebab para pendidik tidak mengenali wajahnya yang tertutup cadar. Hmm, tidakkah alasan pedagogis itu terkesan dipaksakan?

Apa hubungannya menilai, membimbing, dan mendidik dengan mengenali wajah mahasiswinya? Ok fine, mungkin ada kaitannya dengan ekspresi, eye contact, dan gesture. Namun, tidakkah itu seharusnya jadi masalah? Setahu Young Lady, yang menjadi kriteriaa penilaian di dalam perkuliahan adalah nilai partisipasi, nilai dari tugas-tugas, UAS, dan UTS. Maafkan bila Young Lady salah. Tolong betulkan. Nilai kognitif dan behavioral lebih banyak diterapkan pada siswa di sekolah, bukan pada mahasiswa.

So, tidak ada salahnya mahasiswi mengenakan cadar di kelas. Asalkan ia rajin, berprestasi, aktif menjawab dan bertanya pada dosen, serta mampu mengerjakan ujian dengan baik. Dosen takkan kesulitan memberikan nilai bila itu semua sudah terpenuhi.

Lagi pula, apakah dengan tidak memakai cadar dapat menjamin mahasiswi bersangkutan dikenali seluruh dosen yang mengajar dan terjamin mendapat nilai bagus? Nampaknya tidak. Jangankan mengenali semua mahasiswa dalam satu kelas, dosen saja tidak hafal nama-nama mahasiswanya. Hanya mahasiswa-mahasiswa tertentu yang diingat namanya, misalnya mahasiswa berprestasi atau mahasiswa yang terlibat kasus. Tidak ada jaminan bila mahasiswi yang melepas cadarnya dapat dikenali pendidik, mendapat nilai bagus, dan berprestasi secara akademik.

Kemudian soal pernyataan "dipersilakan meninggalkan kampus". Apakah itu bentuk diskriminasi yang diperhalus? Tidakkah dipersilakan meninggalkan kampus sama artinya dengan mengusir secara halus, men-drop out, atau menyuruh mengundurkan diri? Sangat disayangkan, sebuah diskriminasi bagi mahasiswi bercadar.

Young Lady cantik jadi kasihan dengan ke41 mahasiswi bercadar itu. Walaupun tak kenal satu pun dari mereka. Bayangkan bila mereka akhirnya di-DO. Kasihan sekali. Seluruh proses harus diulang dari awal, sementara waktu menggerus usia. Belum lagi bila ada mahasiswi bercadar yang berasal dari keluarga tak mampu. Bila harus pindah kampus, perlu banyak materi. Apa lagi kalau mahasiswi yang sudah memasuki semester akhir. Tidakkah akan membebani mereka?

Kompasianer yang membaca artikel cantik ini boleh tertawa. Sebab yang menulisnya tidak bercadar, tidak pula berhijab. Young Lady sama sekali tidak berkepentingan apa pun dalam menulis cantik artikel ini. Hanya menunjukkan rasa simpati pada mereka yang bercadar dan masih berstatus mahasiswi. Sama sekali tidak ada keuntungan apa pun yang diambil dari proses penulisan artikel cantik ini. Young Lady bukan anggota partai politik, aktivis dakwah kampus, ataupun anggota organisasi Islam tertentu.

Meski pemakaian cadar masih diperdebatkan di kalangan ulama, namun tak sepantasnya mereka yang ingin mengenakannya didiskriminasi. Memakai cadar sah-sah saja. Mungkin cadar dianggap sebagai simbol radikalisme atau ideologi menyimpang. Namun tidak selamanya begitu. Ada pula wanita yang ingin bercadar karena dorongan hati. Agar mereka berani beda dalam kebaikan. Atau demi menjaga kehormatan. Banyak alasan positif wanita memakai cadar, yang tidak ada hubungannya dengan ideologi dan radikalisme.

Apakah memakai cadar berlebihan? Relatif, tergantung sudut pandang tiap orang. Tidak berlebihan bagi pemakainya dan orang-orang yang mendukungnya. Sebaliknya, berlebihan bagi yang tidak setuju dan menentangnya.

Lagi-lagi, diskriminasi terhadap wanita bercadar terjadi lagi. Ironisnya praktik diskriminasi terjadi di institusi pendidikan yang notabenenya bisa lebih netral dan objektif. Sering kita dengar kasus diskriminasi yang dialami wanita bercadar. Misalnya tidak diterima bekerja, atau dianggap radikalis.

Tidak semua yang bercadar itu menakutkan. Pernah nonton Ayat-Ayat Cinta dan baca novelnya? Salah satu adegan tak terlupakan dan sangat berkesan adalah ketika Aisha membuka cadarnya saat ta'aruf dengan Fahri. It's the best part for me.

Salah seorang teman Young Lady bercadar. Sejak tahun lalu ia mulai mengenakan cadar. Young Lady sempat kaget dengan perubahan ini. Lalu timbullah rasa takut. Bahkan rasa takut itu masih ada sampai sekarang. Bagaimana tidak, ia selalu mengenakan pakaian dan cadar berwarna gelap. Lebih seringnya berwarna hitam. Mana wajahnya tak kelihatan lagi. Pakaian hitam, wajah tertutup. Young Lady takut.

Namun Young Lady berusaha terbiasa. Mungkin ini pilihan terbaik menurutnya. Dan siapa bilang wanita bercadar terkesan eksklusif serta tak mau berbaur? Tidak kok. Buktinya, teman bercadar itu mau berteman dengan Young Lady. Mau berteman dengan anak bodoh yang tidak berhijab, sering disangka Non-Muslim, tak pernah ikut kajian keislaman, lebih suka belajar Islam secara mandiri, senang tebar pesona, dan masih suka bersenang-senang walau maksimal hanya suka jalan-jalan saja, tidak lebih dari itu. Tak semua wanita bercadar eksklusif dan enggan berbaur.

Saatnya menghapus stigma negatif tentang cadar dan pemakainya. Bercadar adalah pilihan. Janganlah mendiskriminasi mereka yang memutuskan memakainya. Takut dan waspada boleh saja, namun tetaplah dalam porsi sewajarnya.

Sumber : Klik Link
kompasiana.com
Penulis : Latifah Maurinta

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment